Pembuka
Setelah sukses besar lewat Chainsaw Man, Tatsuki Fujimoto kembali mengejutkan para pembaca manga dengan Look Back, sebuah one-shot berdurasi pendek tapi penuh makna. Tidak ada iblis, tidak ada pertarungan penuh darah — yang ada hanyalah kisah dua gadis dan impian mereka dalam dunia seni.
Di postingan kali ini, saya akan mengulas Look Back, sebuah karya yang sangat berbeda dari Fujimoto tapi tetap meninggalkan luka yang sama dalamnya di hati pembacanya.
Sinopsis Singkat
Look Back menceritakan dua siswi bernama Fujino dan Kyomoto, yang memiliki minat dan bakat dalam menggambar manga. Fujino awalnya populer di koran sekolah berkat komiknya, sampai suatu hari muncul nama baru: Kyomoto. Sejak saat itu, persaingan dan rasa penasaran pun dimulai.
Namun, yang awalnya rivalitas perlahan berubah menjadi hubungan kolaboratif dan persahabatan yang kuat. Sayangnya, jalan hidup tidak selalu berjalan seperti rencana. Fujino dihadapkan pada tragedi yang mengguncang dirinya dan makna dari menggambar itu sendiri.
Gaya Penceritaan yang Khas Fujimoto
Tatsuki Fujimoto selalu punya cara unik dalam menyampaikan emosi manusia — baik lewat absurditas seperti di Chainsaw Man, maupun lewat kesunyian seperti di Look Back. Meski ini adalah one-shot, Fujimoto berhasil mengembangkan karakter, konflik, dan klimaks yang menghantam tepat di titik paling rapuh pembaca.
Kita bisa merasakan emosi Fujino — mulai dari rasa percaya diri, cemburu, kagum, nyaman, sampai kehilangan dan rasa bersalah. Semua disampaikan lewat panel-panel tanpa banyak dialog. Show, don’t tell menjadi kekuatan utama Look Back.
Tema: Ambisi, Rasa Bersalah, dan Arti Berkarya
Salah satu kekuatan utama Look Back adalah kedalaman temanya. Manga ini tidak hanya bicara soal menggambar, tapi juga:
- Rasa iri dalam proses berkembang
- Pentingnya kolaborasi dan saling menghargai
- Ketika seni menjadi pengikat emosional
- Trauma, rasa bersalah, dan bagaimana seseorang menghadapinya
Bagian paling menyayat adalah ketika Fujino mempertanyakan apakah keputusannya berpengaruh pada hidup Kyomoto. Ia merenung: apakah semua ini kesalahannya? Apakah jika ia bertindak lain, hasilnya akan berbeda?
Look Back mengajak kita menengok ke belakang, menyesali, tetapi juga menghargai perjalanan.
Visual dan Paneling
Walaupun hanya sekitar 140 halaman, Look Back memberikan kualitas visual tingkat tinggi. Fujimoto bermain dengan framing, keheningan, dan ritme panel yang membuat tiap halaman terasa hidup. Tidak heran banyak pembaca merasa “sunyi” usai membacanya — bukan karena heningnya, tapi karena pesan yang berat namun disampaikan secara halus.
Kesimpulan
Look Back adalah bukti bahwa Tatsuki Fujimoto bukan hanya jago bikin aksi berdarah, tapi juga pandai mengulik sisi terdalam manusia. Manga ini cocok untuk siapa pun yang pernah berkarya, pernah merasa iri, kehilangan, atau bahkan hanya ingin memahami arti “kenapa kita melakukan apa yang kita lakukan”.
Meski hanya one-shot, Look Back bisa dengan mudah disejajarkan dengan manga-manga panjang yang penuh makna. Ini bukan hanya cerita tentang manga — ini tentang hidup, mimpi, dan kehilangan.
Penutup
Kalau kamu belum membaca Look Back, saya sangat merekomendasikan untuk menyisihkan waktu sejenak dan membacanya dengan tenang. Dan kalau kamu sudah membacanya, bagaimana kesanmu? Apakah kamu juga merasa tersentuh seperti saya?
Sampai jumpa di postingan berikutnya hanya di RopersoVerse, tempat di mana kita membicarakan manga dan hal-hal yang menyentuh hati, bukan sekadar halaman dan tinta.




0 Komentar